RUU KUHAP dan Harapan Keadilan: Pelajaran dari Kasus Nenek Minah

31-07-2025 / KOMISI III
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Foto : Devi/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Bayangkan seorang nenek renta, diadili hanya karena mengambil beberapa biji kakao demi bertahan hidup. Itulah yang terjadi pada Nenek Minah. Bukan hanya publik yang terenyuh, bahkan sang hakim pun tak kuasa menahan air mata saat menjatuhkan vonis. Sebab, dalam logika hukum yang terlalu formal, rasa kemanusiaan kerap kali tidak mendapat ruang.

 

Kisah ini menjadi refleksi penting bagi Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Menurutnya, revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus dilakukan agar hukum tidak hanya berpijak pada pasal, tapi juga pada rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

 

“Kasus Nenek Minah itu menyedihkan. Unsur pelanggaran terpenuhi, iya. Tapi di mana hati nurani kita? Apa pantas seorang nenek harus masuk penjara hanya karena mencuri kakao?” ujar Habiburokhman dalam rekaman video yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

 

Ia menjelaskan, dalam draf revisi KUHAP yang sedang dibahas, nilai-nilai restorative justice mulai dimasukkan. Restorative justice adalah pendekatan hukum yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, bukan sekadar menghukum.

 

“Kalau RUU KUHAP ini diterapkan, untuk kasus seperti Nenek Minah, cukup dengan komunikasi antara pelaku dan korban. Kalau korban tidak merasa dirugikan, ya selesai di tingkat penyidikan,” terang Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

 

Tak hanya untuk kasus seperti Nenek Minah, konsep ini juga bisa diterapkan untuk berbagai pelanggaran ringan lainnya, mulai dari perkelahian antar tetangga hingga perselisihan sepele yang kini justru menyesaki lembaga pemasyarakatan. Ia menyebutkan, saat melakukan kunjungan kerja ke daerah, ia mendapati Lapas yang overkapasitas hingga 400 persen, sebagian besar akibat perkara-perkara minor.

 

“Bayangkan, 40 persen penghuni Lapas itu pelaku kejahatan ringan. Kalau semua bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dengan pendekatan yang manusiawi, bukankah itu jauh lebih adil dan efisien?” tegasnya.

 

Dengan semangat perubahan itu, Habiburokhman dan Komisi III DPR RI mendorong lahirnya KUHAP baru yang lebih berimbang, antara kekuasaan negara dan hak-hak warga negara. Sebab, hukum sejatinya bukan hanya alat kekuasaan, tetapi jalan menuju keadilan yang bermartabat. (bia/rdn)

BERITA TERKAIT
Anggota Komisi III: Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI karena Polemik Bendera One Piece
07-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam menyikapi polemik pengibaran...
Libatkan Tim Ahli Independen dan Akuntabel dalam Audit Bukti Kasus Kematian Diplomat Muda
05-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar ada audit forensik digital terhadap seluruh bukti CCTV...
Gilang Dhielafararez: Polisi Harus Lanjutkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Muda!
05-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez turut prihatin atas polemik yang masih menyelimuti kematian diplomat muda...
Bukan Semata Hukum, Pemberian Abolisi dan Amnesti Pertimbangkan Aspek Kondusivitas
03-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, menyatakan dukungan atas pemberian amnesti dan abolisi kepada dua...